Selasa, 07 Februari 2012

MENUNDA DAN MELUPA

Oleh : Anang Joko Purwanto
Dosen Univ. Bakti Indonesia - Banyuwangi

Melar seperti karet. Itulah kalimat yang tepat untuk para pegawai di lingkungan Kemenkeu negeri ini. Mendekati batas waktu yang diberikan oleh KPK terhadap para wajib lapor LHKPN di lingkungan Kemenkeu seharusnya sudah lebih dari cukup atas toleransi yang diberikan. Sebab dari catatan KPK menjelaskan lembaga anti korupsi itu, di antara puluhan ribu pegawai yang menjadi wajib lapor LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pegawai Negara), lebih dari separo belum menunaikan kewajibannya. Hanya sebanyak 8.456 orang dari 24.704 orang yang melaporkan hasil kekayaannya. Padahal pihak KPK sudah mendorong para wajib lapor dengan cara menempatkan drop box LHKPN di Kantor Dirjen Bea Cukai dan Kantor Pusat Kemenkeu di Jakarta, ternyata mereka tidak mempergunakannya dengan baik (Jawapos, 18 Juni 2011).
Benarlah apa yang ditulis oleh Jacob Sumardjo bahwa negeri ini gudangnya cerita absurd, paradoks dan irasional. Negeri ini semakin merosot justru karena para pejabat dan pegawai pemerintah semakin sulit diatur, sering melanggar aturan, tidak mau tertib dan semau gue meski sudah ditunjukkan undang-undangnya dan  PP Nomor 53/2010 pasal 3 dan 4 dengan konsekuensi, para pelanggar itu akan mendapatkan hukuman disiplin kepegawaian. Para pegawai yang molor lapor, menunda dan ‘melupa’ bisa saja berkilah dengan berbagai alasan tetapi tetap saja sikap, watak dan perilaku mereka tak dapat dimengerti. Benar-benar menjengkelkan dan bikin gemes!.
Pegawai atau pejabat apapun di negeri ini sepertinya sudah mulai malas berhubungan dengan aturan-aturan ketat yang dibuat oleh pemerintahan presiden SBY. Aturan yang bersifat resmi dan sah menurut hukum itu tidak dihiraukan dengan baik dan dijalankan dengan benar. Mereka lebih rajin menghindar dan kalau perlu merencanakan tindakan tidak terpuji dengan menyembunyikan sebagian harta mereka agar tidak terseret dan dituduh sebagai koruptor atau penggelapan uang. Benarlah sinyalemen yang terjadi di masyarakat selama ini bahwa pejabat kita lebih mementingkan diri sendiri dari pada memikirkan rakyatnya.
Pegawai atau pejabat negara ibarat tangan kanan suatu organisasi atau departemen dimana fungsinya membantu bekerja dan melayani kepentingan umum. Mereka memiliki tanggung jawab besar yang merupakan amanah dari Allah Swt  yang wajib dijalankan dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Dimana saja, yang namanya pegawai atau pejabat mesti harus tunduk pada aturan, ketetapan pemerintah dan undang-undang negara. Jika melanggar peraturan harus dikenai teguran atau sanksi dari ringan hingga sanksi berat. Kalau perlu dipecat. Itu baru aturan main yang benar.
Saya teringat ketika sewaktu kecil duduk di bangku SD di desa. Ketika itu, di dalam kelas sedang sunyi karena ada ulangan berhitung. Murid-murid sibuk mengerjakan hitungan secara sendiri-sendiri. Ketika saya datang telat, bukannya ditanyain oleh pak guru, tetapi dengan mata mendelik langsung disuruh berdiri di samping papan tulis selama setengah jam kemudian setelah itu disuruh duduk kembali. Aturan itu sudah berlangsung cukup lama. Pak guru kami tidak pernah ambil peduli apakah sang murid telat karena ada sesuatu halangan atau tidak. Pokoknya tak peduli. Siapapun yang telat dan melanggar tata tertib disipilin sekolah wajib berdiri di samping papan tulis. Selesai.
Betapa tertib dan kuatnya aturan yang dipakai oleh guru kami jika sekarang dikembalikan kepada pegawai Kemenkeu itu. Sungguh ironis. Kita mengetahui bahwa para pegawai/pejabat ini digaji oleh pemerintah, dienakkan sebagai pegawai negeri, dinina bobokkan dengan jabatan cukup tinggi di kantor yang full AC. Seharusnya itikad baik, rasa tanggung jawab, tidak malas, tidak seenak udhele dewe dan tertib hukum menjadi pedoman kuat untuk bertindak tidak melanggar aturan. Kenyataannya bukan saja satu atau dua orang yang tidak tertib dan berperilaku menyimpang, lebih dari itu puluhan ribu pegawai enggan berhubungan dengan KPK. Rasa tidak bersalah dan tidak adanya kesadaran tinggi yang muncul merupakan bentuk perilaku menyimpang. Perilaku demikian dapat merugikan orang lain.
Secara teori, munculnya perilaku menyimpang pada seseorang, disebabkan adanya dorongan, niat dan kemauan hati dalam melakukan tindakan lepas tanggung jawab di luar kesadarannya. Perilaku menyimpang juga dipengaruhi karena faktor lingkungan terhadap diri seseorang sehingga memunculkan beberapa tanggapan baik afektif maupun kognitif seperti emosi, perasaan, suasana hati, evaluasi, pengetahuan dan kepercayaan (Peter & Olson, 1996). Karena dua kondisi itu mempengaruhi perasaan maka dapat dikatakan bahwa seseorang menjadi ‘lupa’ terhadap apa yang harus diperbuatnya karena telah diperbudak oleh pekerjaan dan kepentingan diri sendiri.
Negeri ini memang mudah memelintir permasalahan dari yang benar menjadi salah dan sebaliknya. Permasalahan serius dan berisiko tinggi selalu dipermudah semudah-mudahnya. Semakin rumit masalah dianggap makin mudah diselesaikan. ‘Penyakit’ yang namanya menunda dan melupa sudah bukan rintangan untuk dilakukan. Apalagi kalau terjadi kongkalikong di antara para pejabat internal departemen, ini yang patut kita sesalkan. Oleh karena itu, introspeksi diri memang wajib dilakukan sambil makan siang. Mudah-mudahan mereka akan menjadi sadar atas perbuatan yang dianggap memalukan ini.
Tindakan memudahkan masalah bukan hanya karena faktor perilaku saja yang berperan tetapi yang paling pokok adalah karakter seseorang dalam bertindak. Karakterlah yang membentuk manusia bersikap sesuai kehendak hatinya. Karakter membentuk watak, perilaku, sikap, dan temperamen seseorang sesuai dengan jalan pikirannya. Karakter yang jelek dipengaruhi lingkungan tidak kondusif menimbulkan sikap dan sifat malas, enggan, pendusta, pembohong dan tak bermoral dapat mendorong terciptanya bentuk kepribadian individualistis, pongah, sok pintar, mau menang sendiri, dan berlaku tidak etis.
Apa yang dilakukan para pejabat,  kita hanya lebih menilai dari sikap, perilaku dan tindakan etis yang seharusnya dilakukan. Semakin bertindak etis dengan berjiwa sadar, perilaku jujur, kita masih bisa berharap bahwa negeri ini memiliki sumber daya unggul dan martabat tinggi, dihargai rakyatnya dan dihormati negara lain. Tetapi kalau masih juga bersikap menunda dan ‘melupa’ akan kewajiban terhadap negara dan melanggar amanah rakyat yang dibebankan kepada mereka, maka tunggulah azab akan segera datang dariNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar